Mengatasi Burnout Pada Mahasiswa yang Kuliah sambil Kerja

Mengatasi Burnout Pada Mahasiswa yang Kuliah sambil Kerja

Mahasiswa yang kuliah sambil kerja memiliki beban mental yang lebih berat. Tuntutan akademik maupun tuntutan pekerjaan berdampak pada kesehatan baik fisik maupun psikologis. Apa itu burnout? Burnout merupakan kelelahan emosional, fisik dan mental yang disebabkan oleh suasana tempat kerja yang kaku (monoton dan banyak tuntutan), keras dan sangat menuntut baik secara ekonomi maupun psikologis.

Pada mahasiswa, kecenderungan burnout dapat terjadi ketika waktu yang terlalu banyak dihabiskan untuk kerja sehingga berakibat pada kelelahan dan adanya penurunan pada aktifitas belajar sehingga mahasiswa yang memilih kerja sambil kuliah cenderung tidak memiliki efektivitas yang sama dengan mahasiswa yang memilih untuk fokus berkuliah.




KULIAH DI UNIVERSITAS
TERBAIK JAWA TENGAH

BIAYA KULIAH DAPAT DICICIL 398 RIBU / BLN !
DAFTAR SEKARANG 150 RIBU !


Gejala Burnout

Gejala burnout pada mahasiswa yang kuliah sambil kerja ditandai dengan adanya sakit kepala, demam, otot leher tegang, kurang tidur, keletihan, dan hilang motivasi. Adapun faktor yang memengaruhi burnout pada mahasiswa yang kuliah sambil kerja antara lain, work overloaded (kerja berlebihan), lack of work control (kurangnya kontrol kerja) dan rewarded for work (imbalan kerja) yang tidak sepada dengan kualitas kerja.

Penanganan Burnout

Fase burnout dapat muncul sebagai penanda bahwa seseorang telah berada ditahap untuk beristirahat sementara waktu. Apabila gejala ini terus berlangsung akan berpengaruh pada fase kehidupan bukan hanya pekerjaan tetapi juga kehidupan serta lingkungan sosial. Oleh karena itu, ketika gejala burnout muncul hendaknya diberikan upaya untuk memberikan penanganan sejak dini dengan beberapa cara berikut ini :

1. Berpikir secara positif

Ketika seseorang kehilangan motivasi dalam menjalani kehidupan, seseorang cenderung memilih untuk memikirkan sisi negatif dalam hidup sehingga perasaan yang tidak nyaman akan terus muncul dan dapat berlarut-larut. Oleh karena itu, penting untuk memberika berubah mindset dalam berpikir yaitu dengan menemukan kembali sisi positif dan diri dan alasan seseorang menjadi bahagia atau sekadar mengingat kenangan yang indah sudah cukup untuk mengembalikan energi positif.

2. Memiliki kualitas pertemanan yang sehat

Lingkungan pertemanan secara tidak langsung memberikan dampak pada proses berpikir seseorang. Ketika seseorang berteman dengan orang yang positif hasilnya orang tersebut cenderung ke arah yang lebih positif. Selain itu, dukungan dari teman-teman juga dapat memberikan kekuatan tersendiri ketika sedang berasa di titik terendah dalam hidup. Jadi, hindari pertemanan yang toxic.

3. Keseimbangan dalam hidup

Memiliki kehidupan yang seimbang tentu bukan hal yang mudah. Biasanya orang memiliki kecenderungan lebih pada suatu aktivitas yang disukai entah itu, pekerjaan, ataupun kuliah. Oleh karena itu pastikan untuk memiliki cukup waktu untuk diri sendiri, keluarga, maupun teman. Keseimbangan dalam hidup sangat penting untuk diterapkan agar terhindari dari perasaan stress atau terbebani yang dapat mengakibatkan burnout. 

4. Hilangkan perfeksionisme

Tentu setiap orang ingin hidup dalam kesempurnaan. Pencapaian yang sempurna, kehidupan yang sempurna, kondisi diri yang sempurna, ingin segala sesuatunya berjalan dengan sempurna. Namun, tidak mungkin jika menuntut diri sendiri untuk terus sempurna dalam segala hal. Menjadi seorang manusia tentu harus siap memiliki kekurangan. Untuk itu bukan menjadi masalah jika setiap orang memiliki kekurangan dan membiarkan hidup berjalan apa adanya. Dengan begitu hidup menjadi lebih santai dan mengurangi rasa stress dan beban dalam hidup.